Jun 27, 2010

"Siapa ini?"; "Justin Bieber."; "Yang nyanyi itu adalah cowok?"; "Ya."; "WHAT THE FUCK?"



Kali ini saya menuliskan tentang Rolling Stone edisi Juli 2010 yang sangat membuat saya terkesan. Majalah musik edisi lokal dengan merek dan kualitas internasional edisi bulan ini memuat beberapa artikel yang sangat menarik. Salah satunya ditulis Endah Widiastuti, gitaris dari duo EndahNRhesa. Artikel tersebut berjudul "Seputar Ajang Penghargaan". Berikut beberapa kutipan dari artikel tersebut:


"Akhir-akhir ini banyak ajang penghargaan yang ada di Indonesia. Mereka hadir dengan berbagai kemasan serta metode pemilihan pemenang yang beragam. Saya sengaja bertukar pikiran dengan Barry Likumahuwa, Asta RAN, Anji Drive, Armand Maulana, dan Alditsa "Dochi" Sadega tentang hal ini. Saya pribadi berpendapat bahwa ajang penghargaan bisa menjadi motivasi untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Sebuah kebanggaan apabila berhasil memperoleh penghargaan yang bergengsi. Namun perlu digarisbawahi pula bahwa ajang penghargaan juga berpengaruh terhadap pemirsa televisi serta pecinta musik Indonesia karena ada "rekomendasi" dari sebuah ajang penghargaan, yaitu karya-karya apa saja yang baik untuk didengar dan dinikmati."

"...... Metode yang sering dipakai dalam menentukan pemenang penghargaan adalah metode voting melalui internet dan SMS. Menurut Dochi, metode voting itu sama dengan ajang kepopuleran. Selama penggemarnya banyak, pasti bisa menang. ...... Rolling Stone Editor's Choice Award adalah penghargaan menarik dan membanggakan menurut Dochi. Asta [RAN -red] pun berbangga hati dengan Anugerah Musik Indonesia (AMI) yang diterima RAN tahun ini, serta antusias pada ICEMA yang menurutnya memuat banyak musisi keren sebagai nominee. Barry Likumahuwa berpendapat bahwa AMI sudah cukup bagus namun perlu meningkatkan kinerja dan koordinasi, menempatkan nominee pada kategori yang tepat, memperluas lingkup penghargaan baik untuk musisi mainstream maupun independen. Jika menurut Anji belum ada ajang penghargaan yang ideal, maka Armand berpendapat untuk membuat ajang penghargaan tandingan sekelas AMI dapat menciptakan persaingan yang sehat." 

"Masing-masing acara bisa bercermin antara satu dengan yang lain dalam menghadirkan kualitas dan berkembang ke arah yang lebih baik. Tentu saja kita semua rindu dengan ajang penghargaan yang dikemas kreatif, unik dan penuh kejutan. Tulisan ini saya tujukan untuk teman-teman yang mungkin suatu saat membuat ajang penghargaan musik yang dinantikan. Tidak hanya oleh pemirsa televisi, pecinta dan pengamat musik, namun juga dinanti-nantikan oleh musisi itu sendiri."

Saya sendiri setuju dengan artikel ini, bahwa sekarang ini ajang penghargaan maupun talent show masih kurang bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Masih banyak kekurangan di sana-sini yang tampaknya tidak ada yang berusaha untuk diperbaiki, mulai dari talent show yang umbar kisah sedih demi meraih voting sms, sampai ajang penghargaan yang tidak fair. Meskipun demikian, tampaknya TransCorp mulai berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada dengan membuat ajang Indonesia Mencari Bakat yang tidak mengumbar kisah sedih, dan menggabungkan voting sms dan penilaian dewan juri untuk menentukan siapa yang keluar dan siapa yang bertahan.



Selain artikel Endah itu, ada juga artikel tentang The Black Keys, sebuah grup duo beraliran blues punk asal Akron, Ohio, yang beranggotakan Patrick Carney dan Dan Auerbach.



Berikut kutipan yang paling menarik:

"Dengan rasa frustrasi, Auerbach memutuskan untuk mencari tahu apa yang sedang populer. Dia menyalakan laptop dan membuka chart iTunes Top Songs. Yang pertama adalah Lady Gaga.

"Bagaimana dia bisa sebesar itu?" katanya. "Saya belum pernah mendengar lagu-lagunya."

"Kawan, kamu tidak paham," kata Carney. "There are 300 million people in this country, and 295 million of them are fucking retarded. Itu berarti kita hanya butuh satu dari 295 orang tolol demi menjual sejuta album."

Auerbach menyetel lagu lain. Suara falsetto mendesah keluar dari speaker: "Baby, baby, baby, ohhh..."

"Siapa ini?" kata Carney.

"Justin Bieber." (Dia melafalkannya "BAI-ber")

"Yang nyanyi itu adalah cowok?" kata Carney.

"Mm-hmm."

"Yang benar. Itu cowok?"

"Ya."

"What the fuck?"

Buakakakak!!! Entah mengapa saya tergelak membaca kalimat terakhir mereka... "What the fuck?" :-D